Yang Terjadi Ketika Kehidupan serba Instant

advertise here
SADAR atau tidak, sekarang ini banyak hal serba instant dan praktis dalam kehidupan kita. Cara dan gaya hidup, makanan, minuman, desain pakaian, dan sebagainya menjadi serba instant. Tentu saja itu ada baiknya. Hal-hal remeh dan sederhana dalam kehiduapn sehari-hari sudah banyak yang dilakukan dengan instant. Misalnya dari mulai menyajikan makanan dan minuman, mencuci, mengepel lantai, mencukur kumis, dan lain-lain dilakukan sangat singkat dengan bantuan mesin atau alat elektronik. Alasan paling mendasarnya ialah, tentu saja, dengan hal itu kita bisa menghemat energi dan waktu untuk hal-hal lain yang lebih penting dilakukan. Dengan dalih produktivitas, sebagian besar manusia modern sangat mempertimbangan efisiensi waktu. Kita dituntut untuk membuat cara kita memenuhi kebutuhan pribadi dengan cara sangat instant. Selain itu produk dan sistem modern dengan berbagai perangkatnya disediakan guna mendukung kehidupan serba instant. Walhasil, kita betul-betul bisa menghemat energi dan menjadikan waktu kita lebih efektif dan produktif. Misalnya, kita bisa menggunakan pemanas air elektronik (water heater) untuk mendapatkan air panas tanpa harus menyelakan api di kompor apalaigi di tungku. Dengan begitu, kita bisa mencomot beberapa menit dari aktivitas menyeduh kopi dengan cara instant kemudian mengalokasikannya untuk mengaudit laporan keuangan bulanan kantor cabang, misalnya. 

Illustration: by https://www.toonpool.com/


Disisi lain, berubahnya pola dan tatanan kehidupan yang menjadi instant ini menyebabkan kita abai terhadap nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Nilai-nilai mendasar kehidupan kian memudar seiring bergantinya banyak peran manusia menjadi peranan mesin. Sebagian besar, peran kita sendiri telah banyak digantikan mesin sehingga "nilai diri" kita mungkin juga tergantikan. Dalam ruang hidup keluarga, misalnya, ketika mesin atau alat-alat elektronik sudah banyak digunakan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, setidaknya nilai kebersamaan dalam keluarga itu berkurang. Sebagai contoh, untuk dapat menghidangkan makanan siap santap di meja makan, dalam keluarga-keluarga modern zaman sekarang cukup dilakukan seorang saja; menanak nasi pakai rice cooker, sementar itu untuk menghaluskan bumbu tinggal tekan blender, instant dan mudah, pastinya cukup seorang saja yang mengoperasikan. Akan tetapi, dari proses itu tidak terbangun kebersamaan dalam keluarga yang sudah barang tentu nilai kebersamaan itu pasti diperlukan untuk menghadapi pesoalan-persoalan hidup yang lebih besar dari sekadar menghidangkan makanan. Sayangnya, kebanyakan diantara kita memilih cara yang lebih instant untuk hal-hal domestik yang kebanyakan menjadi seolah-olah tanggungjawab kaum perempuan. Dengan pilihan itu, nyatalah bahwa kita sepakat dengan kehidupan instant yang serba mudah ketimbang mempersoalkan apalagi mempertahankan nilai-nilai mendasar kehidupan. 

Padahal, apabila kita membayangkan kehidupan yang tidak serba mesin, dalam menyiapkan hidangan makanan untuk keluarga, misalnya, sementara si ibu mencuci beras dan sayuran yang akan dimasak, si ayah harus segera menyiapkan kayu bakar dan menyalakan api ditungku, sedangkan sang anak bisa saja bertugas mengulek bumbu dan rempah. Nampaklah peran-peran anggota keluarga dalam aktivitas menyediakan makanan. Nilai kebersamaan pun semakin tumbuh, rasa syukur dan menghargai peran dan jerih payah orang lain semakin terbentuk, dan nilai-nilai lain yang berguna untuk menghadapi permasalahan-permasalahan sehari-hari. Oleh karenanya, penanaman nilai-nilai dasar kehidupan harus dilakukan dalam lingkungan keluarga. Pelibatan anggota keluarga termasuk anak-anak dalam suatu pekerjaan jangan lantas dianggap sebagai bentuk eksploitasi selama peran dan tugas yang diberikan tidak melampaui batas kemampuan masing-masing. Justeru, jadikan pelibatan anak-anak dalam pekerjaan kita, dengan memberikan tugas yang sesuai bagi mereka, sebagai bentuk pembekalan baik pengetahuan maupun kemampuan untuk bekal masa depan mereka. 

Sebagai kesimpulan, pandangan diatas bukan berarti penulis anti-teknologi atau anti-kemajuan. Namun, ia sebagai harapan bahwa dalam menerima kenyataan peradaban yang semakin maju, kita hendaklah menyertai kemajuan teknologi dengan penguatan nilai-niali dasar kehidupan. Sehingga, rasa kemanusiaan, nilai-nilai manusiawi, dan cita-rasa keindahan hidup tidak tergerus. Nilai-nilai hidup itu sangat penting untuk membentuk jiwa yang tangguh agar tidak mudah putus asa dalam menjalani kehidupan. Saran untuk diri penulis dan dan pembaca sekalian, berbagi peran strategis mulai dalam kehidupan keluarga dan lingkungan tetangga, walaupun memakai alat bantu berupa teknologi, dalam mengerjakan sesuatu akan memberikan nilai-nilai positif yang bukan saja berorientasi produktifitas, namun juga berorientasi kemanusiaan. 


Click to comment